QANA'AH

Kajian Online IHQ 10 Okt 2015
بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته ورضوانه
الحمد لله حمدا شاكرين حمدا ناعمين حمدا يعافي نعمه ويكافيء مزيدة، يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجلالك الكريم وجهك وعظيم سلطانك..آمين
الصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين..
 أما بعد

 Puji dan syukur Kita panjatkan kehadirat ilahi Rabbi; Rabb penguasa alam semesta, Rabb penggenggam hati hati Kita semua.. karena hidayahNya dan taufikNya hingga saat ini Kita masih diberikan kenikmatan iman, Islam dan kenikmatan berukhuwah dalam halaqah ini.. semoga keikhlasan selalu mengiringi setiap langkah kita..

Sholawat dan salam Kita haturkan kpd manusia trkasih Allah; pendidik ummat sejati, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wassalam, kita haturkan juga utk keluarga, para sahabat, para tabi'in wattabi'at yg senantiasa istiqomah hingga akhir hayat..
Sy mendapat amanah untuk menyampaikan materi seputar QANA'AH.

Tentu Bunda dan calon bunda di sini kafaah ilmunya sangat mumpuni, insyaaAllah kita saling sharing ilmu ya.. semoga bermanfaat

Adalah tepat jika ada yang berkata amalan hati atau kualitas batin yang terdapat pada diri seseorang sangatlah penting dalam meraih ridha Allah, meski hal ini bukan berarti mengabaikan amalan ibadah yang dilakukan secara fisik (lahiriah). Karena ibadah lahiriah yang baik bersumber dari hati yang baik pula, pantas jika Ibnul Qayyim mengatakan,

ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺪ ﺇﻧﻤﺎ ﻳﻘﻄﻊ ﻣﻨﺎﺯﻝ ﺍﻟﺴﻴﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻘﻠﺒﻪ ﻭﻫﻤﺘﻪ ، ﻻ ﺑﺒﺪﻧﻪ ، ﻭﺍﻟﺘﻘﻮﻯ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻘﻴﻘﺔ ؛ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﻘﻠﻮﺏ ﻻ ﺗﻘﻮﻯ ﺍﻟﺠﻮﺍﺭﺡ

“Sesungguhnya seorang hamba hanya mampu melalui berbagai tahapan menuju ridla Allah dengan hati dan tekad yang kuat, bukan dengan amalan lahiriah semata. Ketakwaan yang hakiki adalah ketakwaan yang bersumber dari dalam hati, bukan ketakwaan yang hanya berpaku pada amalan lahiriah” (Madaarij as-Saalikiin).

Qana'ah termasuk amalan hati tersebut, dan akan tercermin menjadi perbuatan lahir.

Mari kita sejenak membaca bagaimana qana'ahnya dan kesederhanaan hidup Rasulullah saw dan keluarganya.

QANA'AH
Contoh kesederhanaan Hidup Rasulullah SAW

KEHIDUPAN Nabi Muhammad s.a.w. sangat sederhana. Pada suatu hari Rasulullah saw sedang beristirahat di rumahnya sambil berbaring di atas tikar yang diperbuat daripada daun-daun tamar (kurma). Tiba-tiba, seorang sahabatnya yang bernama Ibn Mas`ud datang menziarahi Rasulullah saw. Oleh kerana pada masa itu Rasulullah tidak memakai baju, maka Ibn Mas`ud melihat bekas anyaman tikar itu melekat di tubuh Rasulullah saw. Melihat keadaan yang demikian, Ibn Mas`ud bersedih dan menitiskan air mata. Beliau berkata di dalam hatinya: Tidak patut seorang kekasih Allah, seorang pemimpin negara dan seorang panglima tentera hidup dengan cara demikian.

Ibn Mas`ud pun berkata: "Ya Rasulullah, bolehkah saya membawakan tilam ke sini untuk Tuan?''
Rasulullah menjawab, "Wahai Ibn Mas`ud, apalah arti kesenangan hidup di dunia ini bagiku. "Hidup di dunia ini bagiku bagaikan seorang musafir dalam perjalanan jauh, lalu dia singgah sebentar berteduh di bawah pohon kayu yang rindang untuk berehat. Kemudian dia harus berangkat meninggalkan tempat itu untuk meneruskan perjalanan yang sangat jauh dan tidak berpenghujung.''

Dalam suatu peristiwa lain pula, ialah ketika Rasulullah menikahkan puterinya, Fatimah dengan Ali bin Abi Talib. Pada masa itu Rasulullah menjemput Abu Bakar, Umar dan Usamah untuk membawakan 'persiapan' Fatimah. Mereka tertanya-tanya apakah yang disiapkan oleh Rasulullah untuk puteri tercinta dan menantunya yang tersayang itu? Ternyata, Rasulullah hanya menyiapkan gandum yang telah digiling, kulit binatang yang disamak, cerek dan sebiji pinggan. Ketika mengetahui hal itu, Abu Bakar menangis.

"Ya, Rasulullah, hanya inikah persiapan untuk Fatimah?'' tanya Abu Bakar tersedu-sedan."Ini sudah cukup bagi orang yang berada di dunia,'' jawab Rasulullah menenangkannya. Kemudian Fatimah keluar dari rumah dengan memakai pakaian pengantin yang cukup bagus, tetapi mempunyai 12 tambalan! Tiada perhiasan yang berharga mahal.

Setelah bernikah, Fatimah sentiasa menggiling gandum, membaca al-Quran, menafsirkan kitab suci dengan hatinya, dan menangis. Itulah sebahagian daripada kemuliaan diri Fatimah. Walimah pernikahan puteri Rasulullah itu memang sederhana karena kesederhanaan adalah sebagian kehidupan Rasulullah sendiri. Sebenarnya, Rasulullah mampu membuat walimah besar-besaran untuk pernikahan puterinya itu dengan meminta bantuan para sahabat yang kaya. Namun, sebagai manusia agung, `kemegahan' tidaklah bermakna kebendaan. Rasulullah ingin menunjukkan kesederhanaan dan sifat qanaah (puas hati), yang merupakan kekayaan yang hakiki. Dan bersikap iffah dari segala kekurangan untuk tidak meminta minta.

Rasulullah pernah bersabda: "Kekayaan yang hakiki adalah kekayaan iman dan dicerminkan dalam sifat qanaah.''
Bersifat qanaah berarti menerima ketentuan Allah dengan sabar, dan menarik diri daripada kecintaan kepada dunia. Iman, kesederhanaan dan qanaah adalah sesuatu yang tidak boleh dipisahkan. Seorang mukmin akan bersikap sederhana dalam hidupnya, dan kesederhanaan itu ditunjukkan daripada sifat qanaahnya.

Subhaanallah... berurai mata ini membaca kisah keteladanan Rasulullah saw dalam kesederhanaan...
Betapa malunya kita
Hidup kecukupan tetapi masih merasa kurang kurang dan kurang..
Sehingga berlomba berlari mencari terus mencari dunia..
Ketahuilah Akhwaat...dunia semakin dikejar maka akan semakin lari..sehingga kita akan terus berlari..dan tidak terasa ajal datang dengan tiba tiba..
LUPA AJAL SEMAKIN MENDEKAT..DAN AMALAN UNTUK AKHIRAT LALAI

Na'udzubillahi min dzaalik

Yaa Rabbanaa..

Makna dan hakikat Qana'ah

Qana’ah berasal dari kata قنع, artinya adalah merasa cukup, merasa puas, rela terhadap apa-apa yang diberikan & tidak meminta-minta.

Secara istilah qana’ah : merasa cukup atas apa yang telah dikaruniakan Allah Swt kepada diri seorang hamba.

Lawan qana'ah adalah tamak atau rakus atau serakah.

Dengan sifat qan'ah ini mampu menjauhkan seorang muslim dari sifat tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang didapatkan sudah menjadi ketentuan Allah Swt. Apapun yang diterima dari Allah Swt merupakan karunia yang tiada terhingga.
Oleh karena itu, kita sebagai mukmin wajib bersyukur kepada-Nya.

Firman Allah Swt :

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأرْضِ إِلا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (٦)
Artinya: “Dan tidak ada sesuatu binatang melata pun di bumi ini, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya.”(QS Hud : 6 )

Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap rezeki yang kita peroleh adalah dari Allah Swt, Akan tetapi, tidak berarti kita harus pasrah tanpa ada ikhtiar atau usaha, justru kita dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin demi meningkatkan kesejahteraan hidup.

Sifat qanaah tidak membuat orang mudah putus asa atas ujian dan cobaan yang diberikan Allah Swt, baik berupa ketakutan, kelaparan, bencana, maupun kekurangan harta benda. Akan tetapi, mereka akan tetap bersabar menerima ujian tersebut dan tidak patah semangat untuk menjalani kehidupannya kembali. Hal ini sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al qur`an surah Al Baqarah:155)

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأمْوَالِ وَالأنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥)

Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah:155)

Orang yang memiliki sifat qanaah merasa cukup dengan apa yang dia dapatkan meskipun sedikit. Dengan demikian, hati kita bisa menjadi tenang dan jauh dari sifat ketamakan. Sebagaimana hadist Nabi Muhammad saw, yang menjelaskan bahwa seseorang yang dapat melaksanakan hidup dengan sifat qanaah, maka ia termasuk orang-orang yang beruntung.

Sabda Nabi Muhammad SAW.
عن عبدالله ابن عمر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : قد افلح من اسلم ورزق كفافا وقنعه الله بما اتاه (رواه مسلم)

Artinya : “dari Abdillah bin Umar r.a berkata Rosululloh SAW, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam mendapat rizki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.”(HR. Muslim)

Allah SWT berfirman,”Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ia beriman, niscaya kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik”.(QS.An-Nahl 98)

Kebanyakan ahli tafsir mengatakan, “kehidupan yang baik di dunia adalah qana’ah”.

Dari Jabir bin Abdullah. Dia mengatakan bahwa RasuluLlah SAW bersabda, “Qana’ah adalah harta simpanan yang tidak akan pernah habis”.

Abu Hurairah ra. Menyampaikan sabda RasuluLlah SAW yang Menyatakan :" Jadilah orang yang wara’ maka engkau akan menjadi orang paling ahli ibadah. Jadilah orang qana’ah maka engkau akan menjadi orang yang paling ahli bersyukur. Cintailah orang lain sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi orang mukmin yang paling baik. Berbuatlah baik kepada tetanggamu, maka engkau akan menjadi orang Islam yang baik. Sedikitkan tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati."

Qana’ah salah satu tanda bersyukur.
Sungguh sangat banyak cara atau jalan untuk bersyukur. Salah satunya adalah dengan melazimkan dan memelihara sikap qana’ah. Rasulullah bersabda: “Wakum qani’an takun asykarannasi-Dan jadilah kalian orang yang qana’ah niscaya engkau menjadi manusia yang bersyukur. " (H.R Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, dishahihkan oleh Syaikh al Albani).

Imam Ibnu Sunni berkata :Qana’ah adalah sikap ridha terhadap pemberian.
Imam Raghib al Ashfani berkata : Qana’ah adalah merasa cukup dengan yang sedikit dari sesuatu yang dibutuhkan.

Imam Ali al Jurjani berkata : Qana’ah secara bahasa maknanya adalah ridha terhadap pemberian. Dan ada pula yang mengatakan makna qana’ah adalah mencukupkan diri dan tidak meminta-minta.

Hakikat qana’ah adalah engkau ridha dan menerima berapapun yang diberikan Allah dalam kehidupan dunia ini, baik sedikit ataupun banyak. Engkau menyerahkan urusanmu kepada Allah. Engkau mengetahui dan yakin bahwa Allah lebih tahu dan lebih sayang terhadap dirimu daripada dirimu sendiri. (AbduIlah bin Ibrahim Dawud, Kitab al Qana’ah).

Sikap qana’ah didefinisikan imam al-Ashma’i sebagai sikap merasa cukup & ridha atas karunia serta rezeki yg diberikan Allah Ta'ala.

Menurut Bisyir Al-Hafi, qana’ah ibarat raja yang tidak mau bertempat tinggal kecuali di hati orang mukmin.
Menurut Abu Sulaiman Ad-Daraani qana’ah karena ridha kedudukannya sama dengan wara’karena zuhud. Qana’ah adalah permulaan ridha sedangkan permulaan wara’ adalah zuhud. Menurut pendapat yang lain, qana’ah adalah sikap tenang karena tidak ada sesuatu yang dibiasakan.

Abu Bakar Al-Maraghi mengatakan, “Orang yang berakal sehat adalah orang yang mengatur dunia dengan sikap qana’ah. Dan memperlambat diri, mengatur urusan akhirat dengan sikap loba (tamak) dan mempercepat, mengatur urusan agama dengan ilmu dan ijtihad”.

Menurut Abdillah ibn Khafif qana’ah adalah meninggalkan angan-angan terhadap sesuatu  yang tidak ada dan menganggap cukup dengan sesuatu yang ada.

Menurut Muhammad bin Ali At-Tirmidzi, yang dimaksud qana’ah adalah jiwa yang rela terhadap pembagian rizqi yang telah ditentukan. Menurut satu pendapat, qana’ah adalah menganggap cukup dengan sesuatu yang ada dan itdak berkeinginan terhadap sesuatu yang tidak ada hasilnya.

Wahab mengatakan, “kekayaan dan kemuliaan akan berkeliling mencari teman. Apabila mereka telah menemukan qana’ah, maka mereka akan menetap”.

Sebagian ulama pernah ditanya, “Siapa orang yang paling qana’ah” ? kemudian dijawab, “orang yang selalu memberikan pertolongan, meskipun kekayaannya  sedikit”.

Ibrahim Al-Maratsani mengatakan, “Balaslah lobamu (tamak) dengan qana’ah sebagaimana engkau membalas musuhmu dengan qishash”.
Dzunun Al-Mishri mengatakan, “”Barang siapa menerima ketenangan dari ahsil pekerjaan maka ia telah memberikan kenikmatan kepada semua orang”.
Muhammad AL-Kattani njuga mengatakan, “Barang siapa yang menjual loba dengan  qana’ah maka ia akan memperoleh kemuliaan dan harga diri”. Sebagian ulama mengatakan, “Barang siapa yang kedua matanya memandang kekayaan orang lain, maka ia akan selalu berduka cita”.

Rela menerima pemberian Allah Ta'ala seadanya, merupakan sesuatu yg sangat berat untuk dilakukan, kecuali orang yg dikaruniai taufik & petunjuk serta dijaga oleh Allah Ta'ala dari keburukan jiwa, kebakhilan & ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadaan memiliki rasa cinta yang besar terhadap kepemilikan harta.

Namun meskipun demikian kita dituntut untuk memerangi hawa nafsu supaya dapat menekan sifat tamak & membimbing menuju sikap zuhud & qana’ah.

Demikianlah sifat Qanaah ini mengakar pada diri para sahabat Rasulullah melalui pembinaan dan pendidikan kenabian, sehingga Allah Ta'ala memuji mereka dalam firmanNya yang artinya:.

"(Berinfaqlah) kpd orang-orang fakir yg terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tdk dpt (berusaha) di bumi; orang yg tidak tahu menyangka mereka orang Kaya karena memelihara diri dari minta-minta. kamu kenal mereka dgn melihat sifat-sifatnya, mereka tdk meminta kpd orang secara mendesak. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka Sesungguhnya Allah Maha Mengatahui." (QS al-Baqarah/2:273).

Dapat disimpulkan bahwa makna qana'ah adalah:

1. Merasa cukup dan puas dengan yang Allah berikan.
2. Selalu yakin bahwa Allah akan mencukupinya.
3. Menjaga diri dari meminta-minta.
4. Selalu bersyukur dalam setiap keadaan.
5. Tidak khawatir dengan urusan dunia
6. Tetapi tidak menanggalkan seluruh dunianya
7. Mengambil dunia secukupnya.
8. Fastabiqul khairat untuk urusan akhirat

 Qana'ah terhadap urusan dunia, tidak untuk urusan akhirat

Qana’ah hanya untuk urusan dunia.
Ketahuilah bahwa sikap qana’ah  hanya dipakai dalam perkara dunia saja. Qana’ah adalah untuk hal-hal yang sifatnya akan punah dan hilang, yaitu perkara yang bersifat duniawi dan segala kenikmatannya.

Rasulullah bersabda: “Unzuruu ilaa man asfala minkum.  Walaa tanzuru ila man huwa fauqakum. Fahuwa ajdaaru alla tardaru ni’matallah” Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu dan janganlah kalian melihat orang yang di atasmu, karena hal itu akan lebih menjadikan kamu tidak meremehkan nikmat Allah  (H.R. Iman Muslim)
Hadits ini adalah untuk perkara dunia seperti harta, kedudukan, pangkat dan jabatan yang pada waktunya akan punah.

Tanda qana’ah terhadap harta
Seorang yang qana’ah atau merasa cukup dengan pemberian Allah maka dia (1) tidaklah rakus untuk mendapatkan tambahan yang sebenarnya tidak diperlukan. (2) Tidak memaksa-maksakan diri dalam mencarinya apalagi dari sumber yang tidak jelas. (3) Tidak mau meminta-minta, sehingga terjaga kehormatan diri. (4) Selalu merasa cukup dan ridha dengan pemberian Allah sedikit atau banyak.

Fastabiqul khairat untuk urusan akhirat.
Ketahuilah bahwa untuk urusan akhirat tidak ada istilah qana’ah, tapi haruslah fastabiqul khairat. Berlomba lomba dalam mengejar kebaikan. Ada tiga hal kiranya bisa kita ambil manfaat darinya.

Pertama : Jangan pernah merasa cukup atau qana’ah dalam hal menjaga dan melakukan ketaatan atau beribadah kepada Allah.
Kedua : Jangan ada ruang untuk merasa cukup atau qana’ah dalam urusan akhirat seperti mencari ilmu yang bermanfaat, beribadah, berakhlak mulia, berbuat baik dan yang lainnya.
Ketiga : Ketahuilah bahwa para sahabat, tabiin, tabiut tabiin serta orang-orang shalih tidak pernah merasa kenyang apalagi bosan, dalam menuntut ilmu, beribadah dan berbuat baik.

Akhwaatii fillah..

Sungguh kita mengetahui bahwa kehidupan dunia ini hanya permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah di antara kamu, serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanya kesenangan yang menipu.” [QS Al-Hadid: 20].

Menurut Buya Hamka, qanaah mengandung lima perkara. Pertama, menerima dengan rela segala rezeki yang ada. Kedua, berusaha dan memohon tambahan yang pantas kepada Allah. Ketiga, menerima dengan sabar semua ketentuan Allah. Keempat, bertawakal kepada Allah. Kelima, tidak tertarik oleh tipu daya dunia.

Qanaah melahirkan ketenangan dan kedamaian, karena merupakan harta yang tidak akan hilang dan pura yang tiada pernah musnah. Pelaku qanaah tidak mungkin berpacu dengan keinginan. Ketidakmampuan mengendalikan keinginan jelas menjadi muasal dari segala kebuasan manusia. Benarlah ketika Rasulullah bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dikirimkan ke tempat kambing lebih berbahaya daripada kelobaan manusia pada harta dan kemegahan dalam membahayakan agamanya.” [HR Tirmidzi].

Analoginya sederhana. Serigala yang lapar akan berhenti makan ketika perutnya terasa kenyang. Tetapi, manusia tidak akan pernah merasa kenyang oleh dunia. Dunia diandaikan Rasulullah sebagai sesuatu yang manis dan hijau. Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan, manis merupakan sesuatu yang terasa nikmat di lidah, sementara hijau merupakan sesuatu yang tampak indah di mata. Hanya qanaah yang menolong kita dari tipuan lidah dan mata. Pesan Rasulullah, “Jadilah kamu seorang wara, niscaya kamu akan menjadi sebaik-baik hamba Allah. Jadilah kamu seorang qanaah, niscaya kamu akan menjadi orang yang paling bersyukur kepada Allah.” [HR Baihaqi].

Kendati demikian, tidaklah benar memaknai qanaah sebagai sikap anti-harta. Qanaah juga bukan kemalasan dalam bekerja. Ditegaskan Buya Hamka, qanaah yang benar itu qanaah hati, bukan qanaah ikhtiar. Dengan demikian, orang yang bersikap qanaah tidak dilarang memiliki profesi mapan, rumah megah, kendaraan banyak, barang mewah, tabungan jutaan atau miliaran di bank. Semua itu absah sebagai modal hidup di dunia.

Sahabat Rasulullah memiliki sikap hidup qanaah. Faktanya, tidak sedikit dari mereka yang hidup berlimpah harta. Amr bin Ash, Zubair bin Awwam, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, dan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abu Waqqas, Walid bin Mughirah, Abu Al-Ash, Abu Sufyan, Hakam bin Abu Al-Ash, Ash bin Wail adalah entrepreneur-entrepreneur sukses.

Demikian pula sejarah kehidupan ulama ternama. Abu Hanifah adalah saudagar sutera. Malik bin Dinar adalah penjual kertas. Muhallab bin Abu Shufrah adalah ahli membuat kebun. Qutaibah bin Muslim adalah saudagar unta. Uyainah dan Dhahak bin Muzahim adalah pengajar. Jelaslah, Islam tidak pernah melarang kita menjadi profesional dan terpandang. Yang dilarang adalah tamak pada kemewahan dunia sampai melupakan Allah.

Harta harus dimaknai sebagai sarana untuk menggairahkan ibadah dan kebaikan. Jika tidak, kita akan mendapati kenyataan sebagaimana dituturkan Rasulullah. “Saya berdiri di pintu surga, maka sebagian besar yang memasukinya adalah orang-orang miskin, sedangkan orang-orang kaya ditahan dulu, hanya saja para ahli neraka telah diperintahkan untuk dimasukkan ke dalam neraka seluruhnya.” [HR Bukhari dan Muslim].

Ada dua tipologi orang kaya di dunia ini.

Pertama, orang-orang kaya yang memang menjadikan harta sebagai visi dan misi hidup mereka. Model orang-orang kaya demikian tidak kenal haram dan halal. Jiwa mereka lapar. Menu makanan mereka segala yang ada di depan mata. Yang lain dipaksa minggir. Jika tidak mau minggir, maka akan dimangsa juga. Itulah orang-orang semacam Namrud bin Kan’an, Qarun bin Yashar, Firaun Minephtah, Haman, Jalut, Abrahah Al-Asyram, Abu Jahal, Abu Lahab, dan semisalnya.

kedua adalah orang-orang kaya karena akibat dari kesungguhan, perjuangan, pengabdian, dan kesyukuran mereka kepada Tuhan. Mereka itulah tipologi orang-orang kaya tanpa disengaja. Mereka tegas memilah antara halal, haram, dan syubhat. Akal mereka cerdas, hati mereka suci, dan jiwa mereka mulia selama mengikuti irama dunia. Kita mendapati orang-orang semacam Ibrahim bin Azar, Yusuf bin Ya’kub, Daud bin Yisya, Sulaiman bin Daud, dan manusia-manusia mulia selevelnya.

Pilihan di tangan kita, ingin masuk rombongan pertama atau kedua??

Manfaat Qana’ah

Ketika dikatakan bahwa seorang yang memiliki sifat qana’ah akan beruntung, tentulah ada buah atau manfaat yang dapat dipetik dari sifat qana’ah yang akan mendorong kita untuk berakhlak dengannya. Di antara manfaat tersebut adalah:

1. Memperkuat iman

Dengan sifat qana’ahhati seorang hamba akan dipenuhi dengan keimanan, yakin kepada Allah serta ridla atas apa yang telah Dia tentukan, atas apa yang telah Dia bagi. Meski dalam ukuran kacamata manusia dia adalah seorang yang fakir, dia yakin bahwa Allah telah menjamin dan membagi rezeki pada hamba sehingga tidak ada rasa khawatir pada dirinya. Contoh akan hal ini banyak dipraktikkan oleh para salaf, khususnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana dalam beberapa hadits disebutkan akan sifat qana’ah beliau.

Di antaranya adalah ketika ‘Aisyah radliallahu ‘anha menuturkan bahwa beliau tidak pernah kenyang karena memakan roti dan zaitun lebih dari sekali dalam sehari. Dan juga dalam beberapa bulan, rumah-rumah rasulullah tidak pernah mengepulkan asap dan beliau beserta istri hanya mengandalkan kurma dan air. Meski demikian, beliau mencontohkan untuk tetap berlaku qana’ah, ridla atas rezeki yang diberikan Allah.

2. Membantu untuk merealisasikan rasa syukur

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كن ورعًا تكن أعبد الناس، وكن قنعًا تكن أشكر الناس

“Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur” (Shahih. HR. Ibnu Majah).

Seorang yang qana’ah terhadap rezeki yang diterima niscaya akan bersyukur kepada Allah. Dia menganggap dirinya sebagai orang yang kaya. Sebaliknya, jika tidak berlaku qana’ah, yang ada adalah perasaan merasa kurang, menganggap sedikit pemberian Allah, sehingga akan mengurangi keimanan atau bahkan mengundang murka Allah.

3. Memperoleh kehidupan yang baik (al-hayah ath-thayyibah)

Salah satu penafsiran terhadap al-hayah ath-thayyibah (kehidupan yang baik) sebagaimana dalam firman Allah di surat an-Nahl ayat 97 adalah sifat qana’ah. Penafsiran ini dikemukakan oleh sahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhum (Tafsir ath-Thabari). Dalam ayat tersebut terkandung dalil bahwa Allah akan memuliakan para hamba-Nya yang beriman dengan memberikan hati yang tenang, kehidupan yang tenteram serta jiwa yang ridla, yang semua itu menunjukkan akan keutamaan qana’ah. Tidak diliputi kegelisahan karena merasa kekurangan atas jatah rezeki yang ditetapkan, tidak pula dihinggapi berbagai penyakit hati yang meresahkan jiwa sehingga terkadang mendorong seseorang melakukan perbuatan yang buruk. Di awal sudah disebutkan, bahwa hati yang baik akan melahirkan amalan lahiriah yang baik. Sebaliknya, hati yang buruk karena dijangkiti penyakit akan melahirkan perilaku yang buruk.

4. Menjaga dari perbuatan dosa

Ahli hikmah mengatakan,

وجدت أطول الناس غمًّا الحسود، وأهنأهم عيشًا القنوع

“Saya menjumpai bahwa orang yang paling banyak berduka adalah mereka yang ditimpa penyakit dengki. Dan yang paling tenang kehidupannya adalah mereka yang dianugerahi sifat qana’ah” (Ihya ‘Uluum ad-Diin).

Qana’ah akan membentengi pemiliknya dari berbagai sifat yang tercela dan perbuatan dosa. Salah satu sifat tercela yang kontra dengan sifat qana’ah adalah hasad atau dengki. Tidak jarang dikarenakan kedengkian seseorang melakukan berbagai perbuatan dosa, baik itu menggunjing (ghibah), mengadu domba (namimah), berdusta atau bahkan berbuat khianat dan tidak amanah dalam urusan harta, seperti korupsi misalnya. Kontra dengan seorang yang qana’ah, dengan sifat qana’ah yang dia miliki seorang hamba akan menempuh cara yang halal dalam mencari rezeki, bukan menerjang yang haram.

Semua perbuatan tercela di atas dilakukan karena motivasi duniawi, menginginkan harta yang lebih, merasa kurang atas rezeki yang diperoleh. Jika seorang berlaku qana’ah pastilah dia akan terhindar dari berbagai bentuk dosa besar tersebut, hatinya tidak akan terasuki rasa dengki terhadap rezeki yang Allah tetapkan kepada saudaranya, karena dia sendiri telah ridla terhadap apa yang dia miliki.

Ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhu berkata,

اليقين ألا ترضي الناس بسخط الله، ولا تحسد أحدًا على رزق الله، ولا تَلُمْ أحدًا على ما لم يؤتك الله؛ فإن الرزق لا يسوقه حرص حريص، ولا يرده كراهة كاره؛ فإن الله – تبارك وتعالى – بقسطه وعلمه وحكمته جعل الرَّوْح والفرح في اليقين والرضى، وجعل الهم والحزن في الشك والسخط

“al-Yaqin adalah engkau tidak mencari ridla manusia dengan mengundang kemurkaan Allah, engkau tidak dengki kepada seorangpun atas rezeki yang ditetapkan Allah dan tidak mencela seorang pun atas sesuatu yang tidak diberikan Allah kepadamu. Sesungguhnya rezeki tidak akan diperoleh dengan ketamakan dan tidak akan tertolak karena kebencian. Sesungguhnya Allah ta’ala, dengan keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya, menjadikan ketenangan dan kelapangan ada di dalam rasa yakin dan ridla kepada-Nya serta menjadikan kegelisahan dan kesedihan ada di dalam keragu-raguan (tidak yakin atas takdir Allah) dan kebencian (atas apa yang telah ditakdirkan Allah)” (Syu’ab al-Imaan).

5. Memperoleh kekayaan yang hakiki

Beberapa hadits nabi menjelaskan bahwa kekayaan hakiki itu letaknya di hati, yaitu sifat qana’ah atas rezeki yang telah diberikan Allah, bukan terletak pada kuantitas harta.

Ibnu Baththal menjelaskan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, -di mana beliau mengatakan bahwa kekayaan hakiki adalah kekayaan hati-,

معنى الحديث ليس حقيقة الغنى كثرة المال، فكثير من الموسع عليه فيه لا ينتفع بما أوتي، جاهد في الازدياد لا يبالي من أين يأتيه. فكأنه فقير من شدة حرصه، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، وهو من استغنى بما أوتي وقنع به ورضي ولم يحرص على الازدياد ولا ألحّ في الطلب. وقال القرطبي: وإنما كان الممدوح غنى النفس لأنها حينئذ تكفّ عن المطامع فتعزّ وتعظم، ويحصل لها من الحظوة والشرف والمدح أكثر من الغنى الذي يناله مع كونه فقير النفس لحرصه، فإنه يورّطه في رذائل الأمور وخسائس الأفعال لدناءة همته وبخله وحرصه، فيكثر من يذمه من الناس فيصغر قدره عندهم فيصير أحقر من كل حقير وأذلّ من كل ذليل

“Arti hadits ini adalah kuantitas harta yang banyak bukanlah kekayaan yang hakiki. Banyak orang yang memperoleh keluasan harta tidak mampu mengambil manfaat dari harta yang diperoleh, mereka bersungguh-sungguh mencari harta yang berlimpah tanpa mempedulikan dari mana harta itu berasal, seolah-olah dirinya adalah seorang yang fakir karena saking semangat dalam mencari. Sesungguhnya kekayaan hakiki adalah kekayaan hati, yaitu dengan merasa cukup, qana’ah, dan ridla terhadap apa yang diberi serta tidak tamak mencari dan terus-terusan meminta kelebihan harta. Al-Qurthubi berkata, “Sifat yang terpuji adalah kaya hati karena akan mampu mencegah seorang dari berbagai ambisi yang tak akan berhenti jika dituruti. Dengan sifat tersebut seorang akan memperoleh kehormatan, kemuliaan, dan pujian yang lebih daripada mereka yang kaya harta namun sesungguhnya berhati miskin saking tamaknya dalam mencari harta. Hal itu justru akan menjerumuskan ke dalam berbagai perbuatan yang hina dan tak beretika karena terdorong oleh hasrat yang rendah, sifat pelit, dan ketamakan. Dengan demikian, banyak orang akan mencelanya, memandang remeh kedudukannya meski dia kaya harta, sehingga dia pun menjadi seorang yang paling rendah dan hina” (Syarh Shahih al-Bukhari).

Tolok ukur kaya dan miskin itu terletak di hati. Siapa yang kaya hati, tentu akan hidup dengan nyaman, penuh kebahagiaan dan dihiasi dengan keridlaan, meski di kehidupan nyata dia tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari. Sedangkan seorang yang miskin hati, meski memiliki segala apa yang ada di bumi kecuali uang seratus perak, niscaya akan tetap memandang bahwa kekayaannya terletak pada seratus perak tersebut. Dirinya tidak akan merasa cukup, kecuali dia telah memiliki uang itu. Demikianlah, qana’ah pada hakikatnya adalah kaya hati, kenyang dengan apa yang ada di tangan, tidak tamak, tidak pula cemburu dengan harta orang lain, tidak juga meminta lebih terus menerus, karena jika terus terusan meminta lebih, itu berarti masih miskin.

6. Memperoleh kemuliaan

Seorang yang qana’ah akan memperoleh kemuliaan, tidak akan menyusahkan orang lain dengan berharap mereka memenuhi kebutuhannya. Mulia karena seorang yang qana’ah tidak akan mudah untuk meminta-minta kepada manusia. Dalam sebuah hadits disebutkan,

شَرفُ المؤمِنِ قيامُ اللَّيلِ وعزُّهُ استِغناؤُهُ عنِ النَّاسِ

“Kehormatan seorang mukmin terletak pada shalat malam dan kemuliaannya terletak pada ketidakbergantungannya pada manusia” (HR. al-Hakim -Shalih al-isnad).

7. Memperoleh keberuntungan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa seorang yang qana’ah akan mendapatkan keberuntungan. Fudhalah bin Ubaid radhiallalahu ‘anhu pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

طُوبَى لِمَنْ هُدِيَ إِلَى الإِسْلَامِ، وَكَانَ عَيْشُهُ كَفَافًا وَقَنَعَ

“Keberuntungan bagi seorang yang diberi hidayah untuk memeluk Islam, kehidupannya cukup dan dia merasa qana’ah dengan apa yang ada” [HR. Ahmad 6/19; Tirmidzi 2249].

Abdullah bin Amr mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh beruntung orang yang memeluk Islam, diberi rezki yang cukup dan Allah menganugerahi sifat qana’ah atas apa yang telah diberikan-Nya” [HR. Muslim: 1054; Tirmidzi: 2348].

Salah satu amalan hati yang patut dimiliki seorang muslim adalah sifat qana’ah yang berarti ridla (rela) terhadap segala bentuk pemberian Allah yang telah ditetapkan, tidak dihinggapi ketidakpuasan, tidak pula perasaan kurang atas apa yang telah diberikan. Tahu bahwa segala rezeki telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, sehingga hasil yang akan diperoleh sebagai ‘imbal jasa’ dari usaha yang dicurahkan tidak akan melebihi apa yang telah ditakdirkan oleh Allah kepada hamba-Nya. Dia-lah yang menetapkan siapa saja di antara hamba-Nya yang memiliki kelapangan rezeki, dan siapa diantara mereka yang memiliki kondisi sebaliknya.

Kiat Memperoleh Qana’ah

Untuk memperoleh sifat qana’ah, kita dapat menempuh beberapa cara berikut:

1. Memperkuat keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran dan tawakkal

Rezeki termasuk salah satu yang telah ditakdirkan Allah bagi setiap hamba-Nya bahkan ketika dia belum terlahir ke dunia dan masih berada dalam rahim sang ibu, bahkan sejak azali seluruh hal yang terkait dengan hamba-Nya telah ditetapkan oleh-Nya. Jika kita benar-benar memahami hal ini, maka rasa gelisah atas rezeki yang ada tidak sepatutnya terjadi.

Oleh karenanya, keimanan terhadap takdir Allah merupakan pondasi yang dapat melahirkan sifat qana’ah, diiringi dengan memperkuat sifat sabar dan tawakkal. Ketika sifat qana’ah tidak terdapat dalam diri kita berarti ada kekurangan dalam keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran kita masih minim, begitu pula dengan rasa tawakkal.

2. Mentadabburi firman Allah ta’ala dan hadits Nabi saw

Merenungi firman-firman Allah ta’ala dan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama berbagai ayat yang menerangkan tentang rezeki dan usaha yang dikerahkan manusia untuk memperoleh penghidupan, yang semuanya itu berpulang pada takdir Allah. Allah berfirman menerangkan bahwa Dia telah menetapkan rezeki kepada para hamba-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Huud: 6).

Begitu juga firman Allah yang menanamkan nilai bahwa campur tangan manusia sama sekali tidak mempengaruhi seluruh rezeki yang telah Dia tetapkan,

مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Apa saja yang Allâh anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh-Nya maka tidak ada seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu” (Faathir: 2).

Atau sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa seorang tidak akan diwafatkan kecuali setelah Allah menyempurnakan jatah rezeki yang ditetapkan untuknya,

أيها الناس اتقوا الله و أجملوا في الطلب فإن نفسا لن تموت حتى تستوفي رزقها و إن أبطأ عنها فاتقوا الله و أجملوا في الطلب خذوا ما حل و دعوا ما حرم ‌

“Wahai manusia bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, sesungguhnya seorang itu tidak akan mati sehingga lengkap jatah rezekinya. Jika rezeki itu terasa lambat datangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan carilah dengan cara yang, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram” (Shahih. HR. Al Baihaqi).

3. Memahami hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba

Salah satu hikmah terjadi perbedaan rezeki di antara hamba adalah apa yang difirmankan Allah,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (az-Zukhruf: 32).

Salah satu hikmah timbulnya perbedaan rezeki sehingga ada yang kaya dan yang miskin adalah agar kehidupan di bumi bisa berlangsung, terjadi hubungan timbal-balik di mana kedua pihak saling mengambil manfaat, yang kaya memberikan manfaat kepada yang miskin dengan harta, sedangkan yang miskin memberikan bantuan tenaga kepada yang kaya, sehingga keduanya menjadi sebab kelangsungan hidup bagi yang lain (Tafsir al-Baghawi).

Selain itu, kondisi kaya dan miskin itu merupakan ujian, dengan keduanya Allah hendak melihat siapakah di antara para hamba-Nya yang berhasil,

هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ

“Dan Dialah yang menjaadikan kamu khalifah (penguasa-penguasa yang saling menggantikan) di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu terkait apa yang diberikannya kepada kamu” (QS Al-An’am: 165).

4. Berdo’a

Memohon agar kita dianugerahi sifat qana’ah. Praktik nabi mencontohkan hal tersebut, kehidupan ekonomi beliau yang bersahaja tidak membuat beliau mengeluh, bahkan beliau berdo’a kepada Allah agar rezeki beliau dan keluarga sekedar untuk menutup lapar. Menunjukkan betapa qana’ah pribadi beliau. Kita dapat mencontoh beliau, memohon agar Allah memberikan kita sifat qana’ah. Salah satu do’a yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbad radliallahu ‘anhuma adalah do’a berikut,

اللَّهُمَ قَنِّعْنِي بِمَا رَزَقْتَنِي، وَبَارِكْ لي فِيهِ، وَاخْلُفْ عَلَيَّ كُلَّ غَائِبَةٍ لِي بِخَيْرٍ

“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang qana’ah terhadap rezeki yang Engkau beri, dan berkahilah, serta gantilah apa yang luput dariku dengan sesuatu yang lebih baik” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).

5. Melihat kondisi mereka yang berada di bawah kita

Di dunia ini kita pasti akan menemukan orang yang memiliki kondisi ekonomi di bawah kita. Jika kita ditakdirkan ditimpa musibah, pasti di sana ada mereka yang diuji dengan musibah yang lebih daripada kita. Jika kita ditakdirkan menjadi orang yang fakir, pasti di sana ada orang yang lebih fakir. Oleh karenanya, mengapa kita menengadahkan kepala, melihat kondisi orang yang diberi kelebihan rezeki tanpa melihat mereka yang berada di bawah?

Jika kita sering memperhatikan orang yang diberi kelebihan harta dan kedudukan sementara dia mungkin tidak memiliki skill, kecerdasan, dan perilaku seperti kita, mengapa diri kita tidak mengingat bahwa di sana betapa banyak orang yang memiliki keunggulan serupa dengan kita atau bahkan lebih, namun dirinya tidak ditakdirkan untuk memperoleh setengah dari rezeki yang Allah berikan kepada kita?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,

إذا رأى أحدكم مَنْ فوقه في المال والحسب فلينظر إلى من هو دونه في المال والحسب

“Jika engkau melihat seorang yang memiliki harta dan kedudukan yang melebihimu, maka lihatlah orang yang berada di bawahmu” (Shahih. HR. Ibnu Hibban).

Beliau juga mengatakan,

انظروا إلى من أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم؛ فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله

“Perhatikanlah mereka yang kondisi ekonominya berada di bawahmu dan janganlah engkau perhatikan mereka yang kondisi ekonominya berada di atasmu. Niscaya hal itu akan membuat dirimu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu” (Shahih. HR. Bukhari dan Muslim).

6. Membaca sirah para pendahulu yang shalih

Sebagian ulama pernah mengatakan bahwa kisah kehidupan salaf adalah sebagian dari bala tentara Allah, dengannya Allah meneguhkan hati para kekasih-Nya. Betapa banyak hati yang mengalami perbaikan, memperoleh tambahan semangat untuk beribadah setelah pemiliknya membaca perikehidupan para salaf.

Begitu pula untuk meraih sifat qana’ah, kita dapat membaca bagaimana sikap mereka terhadap dunia, kezuhudan serta keridlaan mereka dengan kondisi ekonomi yang sulit. Dunia telah dibentangkan di hadapan mereka, namun mereka menolak karena lebih mendahulukan balasan yang abadi ketimbang balasan yang disegerakan di dunia, nrimo dengan yang sedikit demi memperoleh balasan yang banyak. Semua hal itu akan menjadikan kita untuk lebih mendambakan kehidupan akhirat dan menganggap kecil segala bentuk perhiasan dunia yang tidak lekang.

Contoh yang baik dalam hal ini adalah kisah tatkala ‘Umar bin al-Khaththab mengunjungi rumah ‘Ubaidah ‘Aamir bin al-Jarraah. ‘Umar menangis ketika memasuki rumah ‘Ubaidah. Beliau menangis dikarenakan di rumah ‘Ubaidah hanya terdapat pedang, perisai dan tas yang sering digunakan beliau. Padahal ‘Ubaidah adalah seorang komandan pasukan, seorang yang digelari amiinu hadzihi al-ummah, orang yang paling amanah di umat ini. Ketika ‘Umar bertanya mengapa dia tidak membeli perabot untuk menghias rumah seperti yang dilakukan orang lain, ‘Ubaidah hanya menjawab bahwa apa yang dia miliki sekarang, itulah yang akan mampu menghantarkannya kepada surga, tempat peristirahatan kelak. Semoga Allah meridlai mereka berdua.

7. Memahami bahwa harta dapat membawa dampak buruk

Kekayaan jika tidak diperoleh dan disalurkan dengan cara yang baik sesuai syari’at justru akan membawa keburukan dan kesengsaraan bagi pemiliknya. Problem bagi pemilik harta adalah proses audit yang akan diterapkan dari dua sisi, yaitu bagaimana harta itu diperoleh dan kemana disalurkan. Hal inilah yang menjadikan konsekuensi dari kepemilikan harta bukanlah sesuatu yang mudah, bisa berujung pada petaka bagi pemiliknya, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah dalam mencari dan membelanjakan hartanya.

Selain itu, kita dapat membayangkan bahwa seorang dengan harta yang minim akan mengalami proses hisab di akhirat yang lebih ringan dan cepat daripada mereka yang memiliki harta yang banyak. Hal ini dapat dianalogikan dengan seorang yang bersafar menggunakan pesawat dan membawa barang yang banyak. Jika telah sampai di tujuan, dirinya akan melalui proses investigasi yang lama di bandara, berkebalikan dengan seorang yang bersafar tanpa membawa barang yang banyak. Dan ingat, hisab yang akan kita hadapi di hari akhirat kelak lebih sulit, lebih teliti dan lebih lama prosesnya.

Lihat pula mereka yang harta dan kedudukannya menjadi sebab kesengsaraan, kegelisahan, kecemasan atau bahkan sebab yang membuat dirinya sakit. Berpeluh dalam mengumpulkan harta dan meraih kedudukan, kemudian menyewa jasa pengamanan untuk menjaganya. Lihatlah apa yang dialami oleh mereka ketika musibah menimpa harta dan kedudukannya.

8. Memahami bahwa antara yang kaya dan yang miskin hanya terjadi perbedaan yang tipis

Perbedaan kondisi antara yang kaya dan yang miskin betapa pun besarnya di mata kita, pada hakikatnya hanya perbedaan yang tipis. Seorang yang ditakdirkan Allah dalam keadaan kaya hanya mampu memanfaatkan sebagian kecil dari hartanya, yaitu sekedar apa yang menutupi kebutuhan. Adapun kelebihan dari harta yang dia miliki, pada akhirnya tidak mampu dia manfaatkan seluruhnya meski itu adalah miliknya.

Contohnya, jika kita melihat manusia terkaya di dunia ini, kita akan melihat bahwa dia tidak akan mampu menyantap makanan dengan kuantitas melebihi apa yang dibutuhkan oleh orang yang lebih miskin, bahkan terkadang yang miskin lebih banyak makannya ketimbang dirinya. Lebih ekstrim lagi, apakah seorang yang kaya mampu untuk menghabiskan seratus hidangan yang telah dibeli dengan seketika? Apakah dia mampu tinggal dalam satu waktu di seratus rumah yang telah dia beli? Atau mengendarai seratus mobil dan motor yang dia miliki dalam satu kali kesempatan?

Jika jawabannya tidak, maka yang jadi pertanyaan atas dasar apa kita dengki dengan apa yang dimiliki oleh mereka? Inilah yang dipahami oleh sahabat Abu ad-Darda radliallahu ‘anhu, orang yang paling bijaksana di umat ini, beliau mengatakan,

أهل الأموال يأكلون ونأكل، ويشربون ونشرب، ويلبسون ونلبس، ويركبون ونركب، ولهم فضول أموال ينظرون إليها وننظر إليها معهم، وحسابهم عليها ونحن منها برآء

“Orang yang kaya makan dan kami pun juga makan, mereka minum begitupula dengan kami, kami berpakaian sebagaimana juga dengan mereka, kami berkendara demikian pula dengan mereka, mereka memiliki harta yang berlebih untuk dilihat bersama-sama dengan kami. Namun mereka dihisab atas harta tersebut, adapun kami berlepas diri dari hal tersebut”

Beliau juga mengatakan,

الحمد لله الذي جعل الأغنياء يتمنون أنهم مثلنا عند الموت، ولا نتمنى أننا مثلهم حينئذ، ما أنصَفَنا إخوانُنا الأغنياء: يحبوننا على الدِّين، ويعادوننا على الدنيا

“Segala puji bagi Allah yang menjadikan orang kaya berangan-angan agar menjadi seperti kami ketika menghadapi kematian, sedangkan kami pada saat itu tidak berkeinginan menjadi seperti mereka. Saudara kami yang kaya tidak berlaku adil, mereka mencintai kami karena menginginkan agama kami, namun mereka memusuhi kami karena dunia yang mereka miliki”

Dengan mengetahui hakikat ini akan mudah bagi kita untuk membiasakan diri bersikap qana'ah

tu mungkin sekelumit materi Kol malam ini tentang QANA'AH. Semoga ada manfaatnya untuk perbaikan niat dan amal kita ke depan..

Kebenaran datangnya dari Allah pemberi hidayah dan taufik.

Kekurangannya dari saya pribadi.

0 Response to "QANA'AH"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel